“Maaf gak sengaja.” Ucap seorang pria yang menabrakku sekaligus
menjatuhkan buku-buku bawaanku.
“Iya gak apa-apa kok.” Sambil membereskan buku yang terjatuh tak
sengaja tangan pria itu memegang tanganku.
“Eh.. maaf.” sahutnya dengan gugup. Aku terdiam sejenak,
memandangnya dan menyelipkan sedikit senyumku untuk dia, orang yang belum aku
kenal.
“Udah ya, terimakasih udah bantuin aku beresin bukunya.” Ucapku
sambil berlalu meninggalkannya dan terburu-buru memasuki ruangan kelas karena
bel telah berbunyi.
Pertemuan singkat itu terlintas di pikiranku, aku mengingat
senyumnya yang manis dan perlakuannya yang tulus membantuku. Semua itu masih
teringat jelas di ingatanku.
Pertemuan itu membawaku ke dunia baruku, dunia yang tak pernah
aku rasakan sebelumnya. Baru kali ini aku merasakan hal yang aneh dengan
seorang pria. Apakah ini cinta? Apakah bisa cinta datang untuk seseorang yang
tidak sama sekali ku kenal?
***
“Ma, kamu kenal gak sama cowok itu?” Tanya Caca, sahabatku
“Siapa sih,Ca?”
“Itu yang di lapangan basket!”
“Aku gak kenal,Ca.”
“Dia ganteng banget
ya,Ma!” Aku tak menjawab.
“loh kamu kok diam
aja,Ma?”
“Gak apa-apa kok Ca!”
Oh Tuhan ternyata pria yang dimaksud Caca adalah pria yang
menabrakku pada saat itu dan kelihatannya Caca juga suka dengannya. Apakah aku
harus jujur tentang perasaanku ini pada Caca? Apakah aku sanggup menyukai
seorang pria yang sahabatku sendiri juga menyukainya?
“Ma, dia mendekat tuh!” Ucap Caca melihat pria itu berjalan
mendekati kita berdua.
“Hai, boleh minta minumnya sedikit gak? Haus nih!” Sapa pria
itu.
“Ini nih!” Sahut Caca sambil menyingkirkan tanganku yang mau
memberikan minumannya ke pria itu.
“Terimakasih” Jawab pria itu.
“By the way nama kamu siapa?” Tanya Caca pada pria itu.
“Kenalin nama aku Doni” jawabnya sambil mengulurkan tangannya ke
aku dan Caca, dan lagi-lagi aku kalah cepat dengan Caca.
“Namaku Caca, salam kenal ya!” Sahut Caca
“Namaku Nurma anak XI Ipa 1” Jawabku dengan datar
“By the way kalian kok disini? Jam masuk udah bunyi tuh!” Ttanya
Doni
“Iya Don, bentar lagi kita masuk kelas kok.” Jawab Caca
“Ya sudah aku pergi dulu ya? Mau ganti seragam dulu, capek habis
olahraga!”
“Iya Don, kita masuk kelas dulu ya?” Ucap Caca sambil mengajakku
pergi dan masuk ke ruang kelas.
Aku bahagia telah mengetahui namanya dan sedikit tentangnya,
tapi aku juga nggak mau keadaan ini membuatku lebih menyukainya sedangkan
sahabatku sendiri juga menyukainya. Kini aku berusaha untuk menghilangkan perasaanku
ini sebelum semuanya terlambat, walaupun aku juga sangat menginginkannya.
***
Pagi yang sejuk memanduku untuk memulai aktivitasku. Kebetulan
hari ini adalah hari Minggu tepat dengan hari ulang tahunku. Aku mengadakan
pesta kecil-kecilan dengan teman-teman terdekatku di cafe yang biasa ku
kunjungi. Aku bergegas bangun dan menuju kamar mandi, aku ingin segera bertemu
dengan teman-temanku khususnya Doni. Tak bisa kupungkiri, aku memang
menyukainya. Dengan perasaan bahagia aku segera pergi ke cafe itu dan menunggu
teman-teman datang. Akhirnya, Caca dan teman-teman datang. Pesta
kecil-kecilanku berjalan dengan lancar, bahkan tanpa ku sangka Doni menembakku.
Apakah aku mimpi? Aku merasa seperti melayang di udara, hatiku berdegup
kencang, aku hampir tak percaya dengan semua ini. Jujur aku sangat bahagia, ini
adalah hadiah terindahku. Tetapi semua itu membuat hubunganku dengan Caca
menjadi renggang dan tidak harmonis. Aku sadar bahwa keputusanku ini salah,
seharusnya aku lebih memilih persahabatanku daripada Doni, tapi apakah mungkin
naluri seorang wanita dapat dibohongi?
Aku sangat mencintai Doni dan sekarang Doni lebih memilihku daripada
Caca. Ini adalah kesempatanku untuk memiliki Doni dengan seutuhnya tanpa harus terhalang
oleh Caca.
Hubunganku dengan Doni berjalan dengan baik, walau kadang
perasaan bersalah selalu menghantuiku saat aku menatap Caca. Aku seperti dibuat
gila perlahan dengan keadaan ini, aku sangat menyayangi sahabatku tapi aku juga
sangat mencintai Doni.
***
Tanpa terasa hubunganku dengan Doni telah berjalan selama satu
tahun. Malam ini Doni mengajakku dinner untuk merayakan anniversary kita yang
pertama.
“Beb, nanti malam keluar yuk?”
“Kemana, Beb?”
“dinner lah beb, kan sekarang anniv kita”
“oke beb.”
“ntar aku jemput ya? Jam 7.”
“iya beb, emuach.”
Malam telah tiba. Aku bergegas keluar dan menunggu Doni di depan
rumah.
“Sudah lama ya nunggunya?” Sapa Doni dengan ninja putihnya.
“Enggak kok beb.”
“Yuk berangkat!”
Setelah tiba di cafe, aku dan Doni memesan makan malam dan
berbincang-bincang penting tentang hubungan kita
“Beb, kamu pengen apa di anniv kita ini?” Tanya Doni padaku
“Aku minta kita tetap seperti ini, aku mencintaimu dan kamu
mencintaiku!”
“Tapi beb....”
“Ada apa, Beb? Kamu gak suka ya sama permintaanku?”
“Aku suka kok beb, aku hargai itu tapi sebaiknya kita....”
“Kita apa beb?”
“Sebaiknya kita sampai disini aja beb, aku gak mau nyakitin kamu
terus.”
“Maksud kamu apa?”
“Kita putus. Aku gak mau nyakitin kamu dan aku juga gak mau
bohongin perasaanku terus, jujur selama ini aku menyimpan perasaan sama Caca.”
“Terus selama ini kenapa kamu malah pacaran sama aku? Kenapa gak
sama Caca?”
“Maaf, selama ini kamu cuma aku jadiin pelampiasan kecemburuanku
ke Caca, aku cemburu melihat caca dengan cowok lain.”
“Tapi kenapa hubungan kita tetap berjalan kalau dari dulu kamu
sudah menyukai Caca!” Aku mulai emosi dan meluapkan semua amarahku, tak ku
sangka pria polos yang ku temui dulu bisa sepicik ini.
“Awalnya aku hanya menjadikanmu pelampisan, tapi lama-lama ada
perasaan sedikit untuk kamu, itu alasanku kenapa aku tetap menjalani hubungan
kita sampai sejauh ini.”
“Kamu sadar gak kalau kamu udah ngelakuin hal yang bodoh? Kamu
sadar gak kalau kelakuanmu itu nyakitin banget?”
“Iya maaf, aku sadar aku salah.”
Tanpa menjawab aku segera pergi dari cafe itu.
Kini aku menjalani hari-hariku sendiri. Aku mencoba untuk tak
memikirkan doni, tapi aku merasa ada yang hilang dari diriku, kekuatanku
satu-satunya kini telah pergi. Aku terlalu menaruh harapan besar kepadanya
dahulu dan sekarang kekecewaan yang aku rasakan begitu dalam, entah mengapa aku
harus rapuh kehilangannya. aku terpuruk, tapi aku sendiri tak bisa menyalahkan
siapa-siapa, aku hanya bisa berusaha tuk bangkit dan tak menghiraukannya lagi.
Ku akui sungguh beratnya
Meninggalkanmu yang dulu pernah ada
Namun harus aku lakukan
Karena ku tahu ini yang terbaik
Mungkin hanya untaian kata itu yang bisa aku ucapkan sekarang.
Aku harus bisa melepasamu demi sahabatku.
***
2 tahun lebih telah ku jalani hidupku sendiri. Kini aku bukan
lagi siswi SMA, aku mahasiswa di sebuah universitas terkenal di Jogja. Ya..
Universitas Gajah Mada tepatnya. Kehidupanku tetap seperti dahulu, bahkan
sampai saat ini pula belum ada yang dapat menggantikan doni dihatiku. Aku
sangat mencintai doni, tapi aku harus tetap menjaga persahabatanku dengan caca
yang sampai saat ini masih tetap erat. Aku dan Caca bagaikan dua sejoli yang
tak mungkin bisa dipisahkan. Kita telah bersahabat sejak kecil, sejak kita
masih berada di panti asuhan sampai pada akhirnya kita dipisahkan karena
dipungut oleh orang-orang atas yang sangat berkecukupan. Perpisahan kita dulu
takkan pernah terulang lagi, cukup sekali itu saja.
Meskipun Caca mengetahui bahwa Doni menyukainya, dia tak pernah
menghiraukan, dia tak mau persahabatan kita retak karena seorang laki-laki,
cukup sekali waktu SMA dulu. Aku sangat menyesal karena dulu lebih memilih Doni
daripada persahabatanku.
Hari ini aku menerima telepon bahwa Caca masuk rumah sakit,
hampir tak percaya setelah ku dengar vonis dokter kalau sahabatku ini mengidap HIV dan umurnya
sudah tak lama lagi. Kini saatnya aku menebus semua kesalahanku dulu, sahabat
tercintaku mengidap penyakit ganas yang entah darimana dia bisa tertular virus mematikan ini, yang pasti aku ingin
membahagiakannya di sisa hidupnya ini. Aku ingin melihat Caca menikah dengan
pria yang sangat dia cintai dan menghabiskan sisa hidupnya dengan pria itu,
pria itu adalah Doni.
Keesokan harinya, keluarga Caca menggelar pesta pernikahan
sederhana antara Caca dan Doni di Rumah sakit. Aku sangat bahagia melihat
sahabatku menikah dengan orang yang dicintainya, walaupun sesungguhnya aku juga
merasakan sakit.
“Selamat ya, Ca.”
“Iya Ma, aku bahagia banget!”
“Kamu pantas bahagia, Ca.”
“Terimakasih ya, Ma!”
“Iya sama-sama Caca sayang, aku pergi dulu ya? Nanti aku kesini
lagi kok!” Setelah mengecup kening Caca, aku segera pergi dari rumah sakit itu.
Baru setengah perjalanan aku mendapatkan telepon kalau Caca
menyuruhku datang lagi ke rumah sakit, aku segera memutar mobil dan kembali ke
rumah sakit itu. Setelah tiba di rumah sakit, aku mendengar suara tangisan di
ruangan Caca dan aku segera masuk ke ruangan itu.
“Caca kenapa, Tante?” Tanyaku ke Ibu Caca.
“sepertinya ada yang ingin Caca katakan ke kamu, Nak” Jawab Ibu
Caca.
“Ma, aku gak kuat!” ucap Caca sambil merintih kesakitan.
“Sabar Ca, kamu harus kuat!” Aku mendekap sahabatku ini dengan
erat, aku tak ingin kehilangannya.
“Ma, jaga Doni ya...” ucap Caca sambil menggandengkan tanganku
dengan tangan Doni.
“Apa maksud kamu, Ca?”
Tanpa menjawab Caca telah menutupkan mata dan meninggalkan dunia
untuk selamanya.